Thursday, 2 April 2020

OVERTRAINING

Defenisi Overtraining menurut para ahli:
  • Menurut Bompa & Haff, (2009:100) Overtraining adalah penurunan jangka panjang dalam kapasitas kinerja yang terjadi sebagai hasil akumulasi pelatihan dan stresor non-pelatihan. 
  • Menurut Kenney et al., (2012:338) Dengan latihan yang terlalu intens, atlet dapat mengalami penurunan kinerja dan fungsi fisiologis yang tidak dapat dijelaskan yang berlangsung selama berminggu-minggu, berbulan-bulan, atau bertahun-tahun. Kondisi ini disebut overtraining, dan penyebab pasti atau penyebab penurunan kinerja yang dihasilkan tidak sepenuhnya dipahami. 
  • Neil F. Gordon dalam Cooper, (1994) Overtraining merupakan akibat latihan dengan dosis/intensitas yang berlebihan yang menyebabkan terjadinya gejala-gejala overtraining. Gejala-gejala overtraining ini hakikatnya adalah akibat gangguan homeostasis karena pemuliahan (recovery) yang tidak kuat. Gejala-gejala overtraining meliputi gejala-gejala yang bersifat psikologis, maupun non psikologis.
  • Morgan (1988) menjelaskan bahwa kelebihan latihan ditimbulkan oleh faktor-faktor yang tertera berikut ini. Faktor-faktor tersebut tersusun menurut urutannya sesuai dengan banyaknya atau tingginya frekuensi keluhan atlet.
  1. Terlalu banyak stres dan tekanan
  2. Terlalu banyak berlatih dan latihan fisik
  3. Kelelahan fisik dan nyeri otot
  4. Kebosanan (boredom) akibat pengulangan kegiatan terus-menerus
  5. Istirahat yang tidak` cukup dan pola tidur yang kurang layak
  • Weinberg dan Gould (1995) menjelaskan bahwa dalam beberapa keadaan kejenuhan dapat mengakibatkan seseorang berhenti dari aktivitasnya sebagai atlet. Jadi kejenuhan merupakan salah satu penyebab berhentinya individu menempuh karir sebagai atlet.
  • Smith (1986) menjelaskan bahwa kejenuhan merupakan konsep yang amat kompleks sebagai bentuk kelelahan psikofisiologis akibat gagalnya usaha seseorang memperoleh hasil yang diharapkan padahal ia telah berusaha sekuat tenaga bahkan mungkin berlebihan.
OVERTRAINING

Overtraining merupakan masalah yang ada dalam olahraga dan aktivitas fisik. Guru maupun pelatih perlu memahami penyebab kejenuhan dan mempelajari strategi untuk membantu mengurangi kemungkinan akan terjadinya kelelahan yang berlebihan. Menurut Martens (2012:263) Overtraining adalah masalah serius dalam banyak olahraga karena banyak pelatih dan atlet sama-sama menganut sikap "more is better". Lebih banyak tidak selalu lebih baik; bukan hanya kuantitas pelatihan yang diperhitungkan tetapi juga kualitasnya.

Overtraining diindikasikan dengan tanda-tanda fisiologis dan psikologis pada tubuh seperti perubahan atau gangguan fungsi saraf, konsentrasi hormon, penggandaan kontraksi-kontraksi, perekrutan unit motorik, penyimpanan glikogen otot, detak jantung dan tekanan darah, fungsi kekebalan, pola tidur, dan suasana hati. Overtraining dapat terjadi dengan masing-masing dari tiga bentuk pelatihan utama (pelatihan resistensi, anaerob, dan aerobik ) sehingga kemungkinan penyebab dan gejala akan bervariasi berdasarkan jenis pelatihan.

Overtraining didapat dari hasil akumulasi perubahan dalam metabolisme, yang menjadi kronis selama kita melakukan latihan atau aktivitas yang berlebihan. Awalnya dari perubahan yang terjadi pada biokimia dalam metabolisme karbohidrat, seperti perubahan hormon kortisol (hormon stres) yang berperan pada penggunaan gula atau glukosa dan lemak dalam metabolisme tubuh untuk menyediakan energi. Hormon kortisol juga berfungsi mengendalikan stres yang dapat dipengaruhi oleh kondisi infeksi, cedera, aktivitas berat, serta stres fisik dan emosional (http://bit.ly/2TDhzJM). Menurut Martin (2016:11) Additionally, the hormone cortisol is known to be extremely elevated when an athlete is overtraining causing inflammation and stress in the body, which chronically, may lead to injury. Jadi, Seseorang yang melakukan latihan olahraga atau aktifitas fisik secara berlebihan maka hormon kortisol meningkat dan secara kronis tubuh kita akan mengalami peradangan dan stres yang dapat menyebabkan cedera.

Menurut Kenney, dkk. (2012:338) Tanda dan gejala primer lainnya dari sindrom overtraining;
  1. Perubahan nafsu makan
  2. Penurunan berat badan;
  3. Gangguan tidur;
  4. Lekas marah, gelisah, bersemangat, gelisah;
  5. Hilangnya motivasi dan semangat;
  6. Kurangnya konsentrasi mental;
  7. Perasaan depresi; dan
  8. Kurangnya penghargaan untuk berbagai hal, termasuk olahraga yang biasanya menyenangkan.
Lebih lanjut menurut Martens (2012:263) jika Anda melihat beberapa tanda-tanda ini, Anda harus mencurigai overtraining dan bekerja dengan atlet untuk menemukan keseimbangan pelatihan dan istirahat yang tepat.
  1. Penurunan kinerja yang tiba-tiba atau bertahap
  2. Ketidakmampuan untuk melatih pada level yang sebelumnya dicapai
  3. Kehilangan koordinasi
  4. Peningkatan nyeri otot
  5. Peningkatan detak jantung saat istirahat
  6. Insomnia
  7. Kehilangan nafsu makan
  8. Sakit kepala
  9. Penurunan berat badan dan lemak tubuh
  10. Meningkatnya kerentanan terhadap penyakit, masuk angin, dan flu
  11. Depresi, apatis
  12. Kehilangan harga diri
  13. Ketidakstabilan emosional
  14. Takut akan kompetisi
Overtraining dini biasanya diobati dengan beristirahat, jika dalam kasus yang lebih parah maka dilakukan pembatasan jadwal latihan fisik hingga atlet fit kembali. Waktu istirahat dapat dilakukan hitungan hari, minggu, bulan, atau disesuaikan dengan parahnya tingkat overtraining itu sendiri.

Sementara overtraining tradisional dapat didiagnosis setelah penurunan kinerja yang berlangsung beberapa bulan atau kinerja setelah menyelesaikan periode istirahat beberapa hari atau minggu, ini tidak memungkinkan untuk potensi pencegahan, yang paling berharga dan disukai (Laursen & Buchheit, 2019:141).


Gambar efek dari pelatihan, pelatihan optimal, dan pelatihan berlebihan

Peran sebagai pelatih fisik adalah untuk membantu atlit mencapai kebugaran optimal untuk dalam olahraga, memahami zona antara under- dan overtraining sangat membantu pelatih fisik dalam bagaimana menentukan kapan atlet berlatih berlebihan (Martens, 2012:263). 

Daftar Pustaka
  • Bompa, T.O. & Haff, G.G. (2009). Periodization: theory and methodology of training. 5th ed. ed. the United States of America: Human Kinetics.
  • Kenney, W., Wilmore, J. & Costil, D. (2012). Physiology of Sport and Exercise 5th edition. Human Kinetics.
  • Laursen, P. & Buchheit, M. (2019). Science and application of high-intensity interval training: solutions to the programming puzzle. Human Kinetics. the United States of America: Human Kinetics.
  • Martens, R. (2012). Successful Coaching. IV ed. Developing Your Coaching Philosophy. Human Kinetics.
  • Martin, L. (2016). Sports Performance Measurement and Analytics. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Monday, 9 March 2020

BIDANG ILMU PENDIDIKAN JASMANI DAN OLAHRAGA

Beberapa bidang ilmu yang merupakan sub-disiplin ilmu pendidikan jasmani dan olahraga, yaitu : biomekanika, fisiologi latihan, sosiologi olahraga, sejarah, filsafat, dan psikologi (Chandler,dkk, 2007).

A. BIOMEKANIKA

Menurut Herbert Hatze (1974) dalam McGinnis (2013:3)  "Biomechanics is the study of the structure and function of biological systems by means of the methods of mechanics" (biomekanika adalah studi tentang struktur dan fungsi sistem biologis dengan menggunakan metode mekanika". Tujuan utama biomekanika dalam pendidikan jasmani dan olahraga adalah peningkatan kinerja dalam berolahraga atau melakukan aktivitas fisik. Dengan mengetahui ilmu biomekanika diharapkan guru pendidikan jasmani dan olahraga dapat meningkatkan kemampuan keterampilan dan hasil belajar siswanya dalam mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga. 

Ilmu Biomekanika dapat membantu guru penjas untuk mengevaluasi siswa yang ‘kurang’ dalam hasil belajar mata pelajaran pendidikan jasmani dan olahraga, dengan mengetahui struktur mekanika siswanya guru penjas dapat memberikan metode pelajaran yang tepat, bahkan dapat membantu mengurangi cedera bagi siswa pada saat melakukan aktifitas fisik.

B. FISIOLOGI (EXERCISE PHYSIOLOGY)

Tubuh adalah mesin yang luar biasa rumit. Pada waktu tertentu seperti melakukan aktivitas fisik  ada komunikasi rumit antara berbagai sel, jaringan, organ, dan sistem yang berfungsi untuk mengoordinasikan fungsi fisiologisnya (Kenney et al., 2012). Fisiologi sering dikaitkan dengan anatomy, Jelas bahwa anatomi dan fisiologi memainkan peran utama dalam kinerja olahraga (Martin, 2016:1). Guru pendidikan jasmani harus mempelajari ilmu fisiologi dasar dalam proses pembelajaran. Fisiologis dasar mekanisme seperti menggunakan aktifitas fisik dan pengaruh lingkungan (panas, dingin, ketinggian, dll.) kemudian fisiologi juga berfokus kepada efek kesehatan, penyakit, dan kesejahteraan.

Karena pendidikan jasmani dan olahraga sama-sama menggunakan aktivitas fisik, maka kita dapat mengambil landasan fisiologis olahraga. Dua landasan fisiologi olahraga adalah :
  1. bagaimana tubuh merespons stres akut olahraga atau aktivitas fisik, dan
  2. bagaimana ia beradaptasi dengan stres kronis yang diulang serangan olahraga, yaitu, latihan olahraga.
Tujuan seorang guru penjas mempelajari Fisiologi untuk membantu memahami tubuh manusia (siswa) dan bagaimana fungsinya selama acara proses pembelajaran juga untuk memahami bagaimana kinerja siswa dipengaruhi oleh fisiologi.

C. SOSIOLOGI (SPORT SOCIOLOGY)

Sosiologi olahraga muncul sebagai sub-disiplin yang terpisah pada tahun 1960-an, dan bertujuan untuk memahami peran olahraga dalam kehidupan sosial dan budaya melalui penerapan metodologi sosiologis. Itu didorong oleh pengakuan bahwa 'olahraga dan pendidikan jasmani adalah praktik sosial dan bahwa mereka secara budaya dan historis relatif' (Coakley dan Dunning 2000: xxi). Sosiologi olahraga telah didominasi, meskipun tidak sepenuhnya, oleh studi olahraga terorganisir dan kompetitif yang rasional dan dilembagakan. Sosiologi olahraga telah berupaya memahami dua bidang utama kegiatan: historis dan kontemporer. Yang pertama telah berfokus pada asal-usul sosiologis dan fungsi olahraga, sementara yang terakhir telah meneliti, antara lain, topik-topik mendesak seperti struktur kekuasaan, subkultur, kekerasan, dan ras (Chandler et al., 2002).

Meskipun sosiologi kebijakan pendidikan masih merupakan bidang yang baru dan berkembang, dengan 'landasan teoretis yang tidak pasti' (Raab 1994), dalam pandangan kami 'eksperimentalisme' dari pekerjaan yang dilakukan telah menghembuskan kehidupan baru ke dalam penelitian dalam sosiologi pendidikan dan telah menyajikan potensi untuk eksplorasi dan pengembangan lebih lanjut, dan khususnya dalam sosiologi pendidikan jasmani. Seperti Ball (1997), kita melihat nilai pengembangan interaksi teori sementara pada saat yang sama tetap mempertahankan koherensi dalam pekerjaan kita (Penney & Evans, 2002).

D. SEJARAH

Studi tentang sejarah olahraga, sebagai upaya akademis yang serius, muncul selama 1960-an sebagai bagian dari studi yang lebih luas tentang sejarah sosial. Sekolah pertama yang melatih guru pendidikan jasmani pria adalah Carnegie Physical Training College, English. yang dibuka pada tahun 1933. Kurikulum awal termasuk sejarah pendidikan jasmani, anatomi dan fisiologi, serta pelatihan dalam olahraga utama. Pada tahun 1947 'pelatihan' diganti dengan 'pendidikan' dalam judul perguruan tinggi untuk mencerminkan perluasan kurikulum. Dari tahun 1960 spesialis, kursus tiga tahun ditawarkan untuk guru pendidikan jasmani menengah, dan pada tahun 1974 SM, gelar diperkenalkan. Perempuan diterima dari tahun 1968, ketika Carnegie bergabung dengan City of Leeds College. Sekarang bagian dari Leeds Metropolitan University (Chandler et al., 2002)

Guru Pendidikan jasmani dan olahraga penting untuk memahami dasar-dasar historis bidang pedagogi olahraga. Pentingnya ini tidak berasal dari hanya keingintahuan tentang masa lalu. Kebanyakan sejarawan memahami bahwa nilai nyata sejarah terletak pada membantu kita untuk lebih memahami masa kini dan masa depan. Sejarawan berpendapat bahwa memilih untuk tidak tahu tentang sejarah berarti memilih untuk tidak mengambil bagian aktif dan informasi dalam membangun masa depan kolektif kita (Armour, 2011). 

E. FILSAFAT

Filosofi mengajar untuk pemahaman didasarkan pada prinsip bahwa proses pembelajaran sama pentingnya dengan hasil atau hasil yang diinginkan. Tujuannya adalah agar siswa memahami apa yang mereka pelajari daripada sekadar melakukan tugas, dan agar keterampilan dapat ditransfer ke berbagai situasi dan lingkungan. Pengembangan pemecahan masalah dan penemuan diri dalam pendidikan jasmani dirancang untuk meningkatkan partisipasi dan interaksi siswa, baik dengan siswa lain dan dengan guru (Chandler et al., 2002).

F. PSIKOLOGI

Sport and exercise psychology is the scientific study of people and their behavior in sport and exercise activities. Sport and exercise psychologists seek to understand and help elite athletes, children, the physically and mentally disabled, seniors, and average participants achieve peak performance, personal satisfaction, and development through participation (Psikologi olahraga dan latihan adalah studi ilmiah tentang orang-orang dan perilaku mereka dalam kegiatan olahraga dan olahraga. Psikologi olahraga dan olahraga berusaha untuk memahami dan membantu atlet elit, anak-anak, para penyandang cacat fisik dan mental, senior, dan peserta rata-rata mencapai kinerja puncak, kepuasan pribadi, dan pengembangan melalui partisipasi) (Weinberg & Gould, 1995 dalam Volkwein & Caplan, 2004:24).


Daftar Pustaka:
  • Chandler, Timothy. Mike Cronin and Wray Vamplew. 2007. Sport And Physical Education: The Key Concepts Second Edition. Halaman 166. Routledge Taylor & Francis Group: USA-Canada. diakses tanggal 2 Oktober 2019 pada https://epdf.pub/sport-and-exercise-psychology-the-key-concepts-routledge-key-guides.html
  • Armour, K. 2011. Sport Pedagogy. USA: Routledge. Tersedia di www.routledge.com.
  • Chandler, T., Cronin, M. & Vamplew, W. 2002. Sport and Physical Education: The Key Concepts. Routledge.
  • Kenney, W., Wilmore, J. & Costil, D. 2012. Physiology of Sport and Exercise 5th edition. Human Kinetics.
  • Martin, L. 2016. Sports Performance Measurement and Analytics. New Jersey: Pearson Education, Inc.
  • McGinnis, P.M. 2013. Biomechanics of sport and exercise. third edit ed. Human Kinetics. Tersedia di https://www.researchgate.net/publication/266039716_Biomechanics_of_Sport_and_Exercise.
  • Penney, D. & Evans, J. 2002. Politics, policy, and practice in physical education. Taylor & Francis e-Library.
  • Volkwein, K. A. E., & Caplan. (2004). Culture, Sport and Physical Activity. Sport, Culture & Society (Vol. 5). Meyer & Meyer Sport
  • Syahban, A. 2020. Pendidikan Jasmani Kesehatan Rekreasi Olahraga. Tersedia di https://www.arhamsyahban.com/

Sunday, 1 March 2020

PATH ANALYSIS : Statistika

Sederhananya, Path Analysis merupakan teknik statistik yang digunakan untuk menguji hubungan kausal antara dua atau lebih variabel. Menurut Lleras (2004) Analisis jalur adalah teknik statistik yang digunakan terutama untuk menguji kekuatan komparatif hubungan langsung dan tidak langsung antar variabel.

Contoh Soal

  • Mencari Koefesien Jalur (Path Analysis)?
  1. Data Sampel berjumlah 85 
  2. Pengolahan data menggunakan program IBM SPSS Statistics 22
  3. Variabel :
  • Efektivitas Kerja Guru Penjas (X1)
  • Sertifikasi Guru Penjas (X2)
  • Motivasi Guru Penjas (X3)
  • Kualitas Profesi Guru Penjas (Y)
 Jawaban:

a). Struktural 1

Regression
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
,663a
,440
,433
7,747
,440
65,194
1
83
,000
a. Predictors: (Constant), Efektivitas Kerja

Tampak bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,440 berarti bahwa 44% variabilitas variabel Sertifikasi (X2) dapat dijelaskan oleh variabel Efektivitas Kerja (X1). Sehingga error (É›) = 1-R2 = 1- 0,440 = 0,56


ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
3912,271
1
3912,271
65,194
,000b
Residual
4980,835
83
60,010


Total
8893,106
84



a. Dependent Variable: Sertifikasi
b. Predictors: (Constant), Efektivitas Kerja

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas, diperoleh Fo = 65,194; db1=1; db2=83, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Dengan demikian, variabel Efektivitas Kerja (X1) berpengaruh terhadap variabel Sertifikasi (X2).


Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations
B
Std. Error
Beta
Zero-order
Partial
Part
1
(Constant)
41,442
6,507

6,369
,000



Efektivitas Kerja
,592
,073
.663
8,074
,000
,663
,663
,663
a. Dependent Variable: Sertifikasi

Berdasarkan hasil analisis SPSS pada tabel diatas, koefisien jalur diperoleh pada kolom Beta (standardized coeficients), yaitu koefisien jalur X1 ke X2 (p21) = 0,663. Hipotesis yang akan diuji adalah:
H0 : Ï’21 ≤ 0H1 : Ï’21 > 0
Dari Tabel Coefficients diperoleh harga t0 = 8,074 dan p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Dengan demikian, variabel Efektivitas Kerja (X1) berpengaruh langsung positif terhadap Sertifikasi (X2)

b) Struktural 2

Regression
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
,722a
,522
,516
9,003
,522
90,626
1
83
,000
2
,768b
,590
,580
8,394
,068
13,498
1
82
,000
a. Predictors: (Constant), Sertifikasi
b. Predictors: (Constant), Sertifikasi, Efektivitas Kerja

Tampak bahwa koefisien determinasi untuk Model 1 (R2) sebesar 0,522 dan Model 2 (R2) sebesar 0,590 Sehingga error Model 2, É› = 1-R2 = 1- 0,590 = 0,41 


ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
7346,305
1
7346,305
90,626
,000b
Residual
6728,119
83
81,062


Total
14074,424
84



2
Regression
8297,285
2
4148,643
58,885
,000c
Residual
5777,138
82
70,453


Total
14074,424
84



a. Dependent Variable: Motivasi
b. Predictors: (Constant), Sertifikasi
c. Predictors: (Constant), Sertifikasi, Efektivitas Kerja

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas, diperoleh bahwa Model 1: Fo = 90,626; db1= 1; db2= 83, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Kemudian, untuk Model 2: Fo = 58,885; db1= 2; db2= 82, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. 

Dengan demikian secara simultan baik model 1 maupun model 2, variabel Efektivitas kerja (X1) dan Sertifikasi (X2) berpengaruh terhadap variabel Motivasi (X3).


Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations
B
Std. Error
Beta
Zero-order
Partial
Part
1
(Constant)
15,900
8,984

1,770
,080



Sertifikasi
,909
,095
,722
9,520
,000
,722
,722
,722
2
(Constant)
8,687
8,602

1,010
,316



Sertifikasi
,619
,119
,492
5,205
,000
,722
,498
,368
Efektivitas Kerja
,390
,106
,347
3,674
,000
,674
,376
,260
a. Dependent Variable: Motivasi

Koefisien jalur Model 1 dan Model 2 ditunjukkan pada kolom Standardized Coefficient (Beta). Hipotesis yang diuji adalah:

H0 : Ï’31 ≤ 0  dan  H0 : β32  ≤ 0
H1 : Ï’31 > 0          H0 : β32  > 0

Dari tabel Coefficients pada Model 2, diperoleh berturut-turut:

  1. P31 = 0,492; t0  =  5,205, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05 atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Sertifikasi (X2) terhadap Motivasi (X3)
  2. P32 = 0,347; t0  =  3,674, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05    atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Efektifitas Kerja (X1) terhadap Motivasi (X3)

Dari analisis diatas terlihat bahwa koefisien jalur (p31 dan p32) signifikan, maka model tidak perlu dilakukan trimming. Sehingga kedua variabel Efektivitas Kerja (X1) dan Sertifikasi (X2), keduanya mempunyai pengaruh langsung positif terhadap variabel Motivasi (X3)

c). Struktural 3

Regression
Model Summary
Model
R
R Square
Adjusted R Square
Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
1
,949a
,901
,897
3,985
,901
245,434
3
81
,000
a. Predictors: (Constant), Motivasi, Efektivitas Kerja, Sertifikasi

Tampak bahwa koefisien determinasi (R2) sebesar 0,901 berarti bahwa 90,1 % variabilitas variabel  Kualitas Profesi (Y) dapat dijelaskan oleh variabel Efektifitas Kerja (X1), Sertifikasi (X2) dan Motivasi (X3). Sehingga É› = 1-R2 = 1- 0,901 = 0,099 ≈ 0,10


ANOVAa
Model
Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
1
Regression
11692,177
3
3897,392
245,434
,000b
Residual
1286,247
81
15,880


Total
12978,424
84



a. Dependent Variable: Kualitas Profesi
b. Predictors: (Constant), Motivasi, Efektivitas Kerja, Sertifikasi

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas, diperoleh Fo = 245,434; db1=3; db2=81, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Dengan demikian, variabel Efektifitas Kerja (X1), Sertifikasi (X2) dan Motivasi (X3) secara simultan berpengaruh terhadap Kualitas Profesi. Adapun pengaruh langsung positif dapat dipelajari dari output berikut.


Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations
B
Std. Error
Beta
Zero-order
Partial
Part
1
(Constant)
1,806
4,109

,439
,662



Efektivitas Kerja
,330
,054
,306
6,068
,000
,811
,559
,212
Sertifikasi
,291
,065
,241
4,470
,000
,814
,445
,156
Motivasi
,492
,052
,512
9,375
,000
,892
,721
,328
a. Dependent Variable: Kualitas Profesi

Berdasarkan hasil analisis pada tabel di atas, diperoleh Fo = 245,434; db1=3; db2=81, p-value = 0,000 < 0,05 atau Ho ditolak. Dengan demikian, variabel Efektifitas Kerja (X1), Sertifikasi (X2) dan Motivasi (X3) secara simultan berpengaruh terhadap Kualitas Profesi. Adapun pengaruh langsung positif dapat dipelajari dari output berikut.


Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t
Sig.
Correlations
B
Std. Error
Beta
Zero-order
Partial
Part
1
(Constant)
1,806
4,109

,439
,662



Efektivitas Kerja
,330
,054
,306
6,068
,000
,811
,559
,212
Sertifikasi
,291
,065
,241
4,470
,000
,814
,445
,156
Motivasi
,492
,052
,512
9,375
,000
,892
,721
,328
a. Dependent Variable: Kualitas Profesi

Koefisien jalur ditunjukkan pada kolom Standarized Coeffisients (Beta). Hipotesisi yang akan diuji adalah:


1)      H0: Ï’y1 ≤ 0
2)  H0: βy2  ≤ 0
3) H0: βy3   ≤ 0
       H1 : Ï’y1 > 0
H1 : βy2  >  0
     H0 : βy3  >  0

Dari tabel Coefficients, diperoleh berturut-turut:
  1. Py1 = 0,306; t0  =  6,068, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05 atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Efektivitas Kerja (X1) terhadap Kualitas Profesi (Y)
  2. Py2 = 0,241; t0  =  4,470, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05    atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Sertifikasi (X2) terhadap Kualitas Profesi (Y)
  3. Py3 = 0,512; t0  =  9,375, p-value = 0,000/2 = 0,000 < 0,05    atau H0 diterima, yang berarti terdapat pengaruh Motivasi (X3) terhadap Kualitas Profesi (Y)
Hasil Pengujian Hipotesis disajikan dalam ringkasan tabel berikut ini:


Pengaruh Langsung Antar Variabel
Koefisien Jalur (Py)
Kesalahan Baku (sbi)
thitung
p-value
Simpulan
X1  terhadap  Y  (py1)
0,306
0,054
6,068
0,000
Sig.
X2  terhadap  Y  (py2)
0,241
0,065
4,470
0,000
Sig.
X3  terhadap  Y  (py3)
0,512
0,052
9,375
0,000
Sig.
X2  terhadap  X3  (py32)
0,347
0,106
3,674
0,000
Sig.
X1  terhadap  X2  (py21)
0,663
0,073
8,074
0,000
Sig.






Pengujian Kecocokan Model

Hypothesis:

H0 : R = R (ÆŸ) (matriks korelasi teoritis = matriks korelasi empirik)
H1 : R ≠ R (ÆŸ) (matriks korelasi teoritis ≠ matriks korelasi empirik)

Menentukan Nilai Q



dengan,






Koefisien determinasi untuk Model 1 :

Rm2 = 1- (1- 0,440) (1- 0,522) (1- 0,901) = 0,9735

Selanjutnya, Koefisien determinasi untuk Model 2 :

Re2  = 1- (1- 0,440) (1- 0,590) (1- 0,901) = 0,97727

Jadi, diperoleh nilai Q = (1- 0,9735) / (1-0,97727) = 1,165854 

Dengan ukuran sampel (n) = 85, dan banyaknya koefisien jalur yang tidak signifikan (d) = 1, maka statistik uji Chi-Square dengan :

W = - (n-d) ln Q
W = - (85-1) ln (1,165854) =  -12,8901

Dari tabel Chi-Square dengan db = d = 1 pada taraf signifikansi α = 0,05 di dapat harga χ2tab = χ2 0,05;1) = 3,84. Karena W = -12,8901 <  = 3,84 atau H0 diterima. Dengan demikian, model yang diperoleh adalah sesuai atau cocok (model fit) dengan data. 

Daftar Pustaka:
  • Lleras, C. 2004. Path Analysis. Encyclopedia of Social Measurement. Elsevier Inc., hal.25–30.
  • Kadir. 2015. Statistika Terapan: Konsep, Contoh dan Analisis data dengan program SPSS/Lisrel dalam Penelitian. PT Rajagrafindo Persada: Jakarta

RENCANA PEMBELAJARAN PRAKTIK MATA KULIAH SEPAK TAKRAW: SMASH SEPAK TAKRAW

đŸ‘‰SMASH SEPAK TAKRAWđŸ‘ˆ RENCANA PEMBELAJARAN PRAKTIK MATA KULIAH SEPAK TAKRAW PJKR STKIP PARIS BARANTAI

OnClickAntiAd-Block